it's me,,, don't worried...

it's me,,, don't worried...

Rabu, 20 Oktober 2010

akhlak, etika dan moral


KATA PENGANTAR

         
Ilmu akhlak yang saling berkaitan dengan etika dan moral bukan merupakan kajian yang baru lagi, tetapi sudah sangat lama dikaji oleh para pakar dibidang ilmu tasawuf, bahkan sebelum tasawuf sebagai ilmu akhlak manusia sudah ada, sekalipun ilmu belum ajeg (berdiri), tingkah laku manusia merupakan awal dari lahirnya ilmu akhlak maupun ilmu tasawuf. Hal ini karena kedua ilmu itu secara subtansial berhubungan dengan tingkah laku manusia dilihat secara lahir maupun batin.
            Penulisan makalah ini dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu pendekatan sosiologis, pendekatan filosofis, pendekatan psikologis, dan pendekatan politis. Pendekatan pendekatan tersebut merupakan cara pandang terhadap tingkah laku manusia yang dibentuk oleh berbagai dorongan normative internal maupun eksternal. Secara intern tingkah laku manusia tidak dapat berdiri sendiri karena adanya dorongan tersebut.
            Landasan tradisional normative, yuridis, agamis, filosofis, ideologis, ilmiah, teologi merupakan tolak ukur manusia dalam berakhlak dengan demikian ilmu akhlak merupakan ilmu yang sangat penting untuk terus di kembangkan dan bila perlu dikembangkan melalui berbagai penelitian sosial karena akhlak akan selalu dinamis dan progresif.
            Maka dari itu kelompok mengambil tema tentang akhlak karena akhlak menarik untuk di pelajari dan penting untuk dijadikan sebuah pelajaran serta  diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga makalah ini  bisa menambah pengetahuan kita terhadap etika, moral dan akhlak yang harus kita miliki dalam menjalani hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.





Tim penyusun


DAFTAR ISI


Kata pengantar  ……………………………………………………………………………….. 1
Daftar …………………………………………………………………………………………..  2
BAB  I   Pendahuluan
1.1    Latar belakang....……………………………………………………………………  3
1.2    Maksud dan tujuan …………………………………………………………………  4
1.3    Metode penulisan …………………………………………………………………..  4
BAB  II  Etika, Moral dan Akhlak
            2.1  Etika ………………………………………………………………………………..  5
2.1.1  Etika dalam pandangan islam ……………………………………………  7
2.1.2  Macam-macam  etika ………………………………………………….....  8
            2.2  Moral ………………………………………………………………………………  10
            2.3  Akhlak ……………………………………………………………………………..  14
                        2.3.1  Akhlak Rosulullah SAW ………………………………………………...  17
                        2.3.2  Keutamaan akhlak ……………………………………………………….  19
                        2.3.3  Watak dan kepribadian manusia dalam berakhlak ………………………  21
                        2.3.4  Persamaan antara akhlak, moral dan etika ………………………………  23
                        2.3.5  Perbedaan antra akhlak, moral dan etika ………………………………... 23
BAB III  Penutup
            3.1  Kesimpulan ………………………………………………………………………... 25
            3.2  Saran  ……………………………………………………………………………… 25
Daftar pustaka






BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang  

Dijaman seperti sekarang ini banyak sekali tindakan kejahatan, asusila, korupsi dan tindakan lainnya yang telah banyak menyimpang dari norma yang berlaku. Hal ini dikarenakan kebutuhan ekonomi dan cara pandang hidup yang terlalu penuh dengan kebutuhan yang harus terpenuhi untuk mempertahankan hidup terutama dikota seperti Jakarta dan kota besar lainnya. Banyak penduduk yang bermodalkan hanya keahlian dalam pergi merantau ke ibukota dan yang pada akhirnya mereka hanya menjadi penganggguran jika tidak bisa bersaing, yang kemudian menjadi pemulung, pengamen, dan lebih parah lagi pengemis atau pencuri. Hal ini jika dikaitkan dengan moral, etika dan akhlak, maka dapat di asumsikan bahwa kebutuhan hidup manusia kadang menjadi prioritas utama yang harus terpenuhi yang kadang mekesampingkan poin-poin yang bersangkutan dengan etika, moral dan akhlak.  Mereka yang tanpa memiliki dasar akhlak yang baik dan tidak ditunjang dengan dinding moral yang bagus maka etika keseharian mereka di mata masyarakat begitu negative,  contoh dari hal kecil seorang pendatang yang bertujuan mencari kerja di kota besar tanpa skill dan scient yang bagus dan kalah dalam bersaing maka seorang itu bisa saja yang awalnya berniat untuk bekerja kemudian  menjadi pencuri, orang yang sicentnya tinggi dan menjadi pejabat karena begitu pintarnya dia melakukan pembohongan public dengan manipulasi data yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat (korupsi).
Dari dua contoh di atas kita tahu bahwa kepintaran atau kebodohan yang tanpa pondasi akhlak yang baik akan menghasilkan etika dan moralitas yang buruk dimata masyarakat, dan begitu pula sebaliknya jika kepintaran atau kebodohan jika didasari oleh akhlak yang baik maka kebodohan itu akan membuahkan kepintaran dan kepintaran itu akan menjadi bermanfaat bagi makhluk yang lainya.
Dengan demikian etika, moral dan akhlak itu sangat penting bagi manusia sebagai dasar dan pelajaran untuk menjalani kehidupannya, agar bisa bersosialisasi secara tuntunan sang nabi Rasulullah saw yang telah memberikan banyak contoh bagaimana cara kita menjalani kehidupan di dunia yang sifatnya hanya sementara ini.  

1.2      Maksud dan tujuan
Maksud dari penulisan makalah adalah berbagi ilmu mengenai etika, moral dan akhlak manusia di era modernisasi saat ini dan sebagai proses pengembangan dari penelitian-penelitian mengenai hal tersebut diatas. Dengan kajian dan pemahaman dari berbagai sumber  buku yang  menjadi dasar dan referensi dalam penyusunan makalah ini.
Sedangkan tujuannya yaitu untuk memberikan tambahan wawasan mengenai pembelajaran etika, moral dan akhlak didalam kehidupan keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan sebagai tolak ukur guna memberikan penilaian terhadap mata kuliah Agama Islam.

1.3      Metode  penulisan
Metode penulisan makalah ini adalah dibuat berdasarkan dari beberapa referensi buku, pencarian melalui website dan sumber pemikiran yang sederhana dalam memahami tema yang di bahas dalam pembuatan makalah ini, sehingga mendapatkan materi –meteri yang memperkuat isi dari pembahasan.















BAB II
ETIKA, MORAL dan AKHLAK


2.1  ETIKA

Dalam tradisi filsafat istilah “etika” lazim difahami  sebagai suatu  teori  ilmu pengetahuan yang mendiskusikan mengenai apa yang  baik  dan  apa  yang  buruk  berkenaan dengan  perilaku manusia.  Dengan  kata lain, etika merupakan usaha dengan akal budinya untuk menyusun teori  mengenai  penyelenggaraan  hidup yang  baik.  Persoalan  etika muncul ketika moralitas seseorang atau suatu masyarakat mulai ditinjau  kembali  secara  kritis. Moralitas berkenaan   dengan   tingkah  laku  yang  konkrit, sedangkan etika bekerja dalam level  teori. Nilai-nilai  etis yang   difahami,   diyakini,  dan  berusaha  diwujudkan  dalam kehidupan nyata kadangkala disebut ethos(bahasa yunani).

Dalam enslikopedia New American, sebagaimana diuraikan  oleh Hamzah Ya’qub (1993:13) etika adalah kajian filsafat moral yang tidak mengkaji fakta-fakta, tetapi meneliti nilai-nilai dan perilaku manusia serta ide-ide tentang lahirnya suatu tindakan.

Ide-ide rasional tentang tindakan baik dan buruk telah lama menjadi bagian dari kajian para filsuf. Salah satunya adalah ajaran etika epikuros tentang pencarian kesenangan hidup. Kesenangan hidup merupakan barang yang paling tinggi nilainya. Mencari kesenangan hidup tidak berarti memiliki kekayaan dunia sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain. Tindakan seperti itu tidak akan membawa kesenangan hidup. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan rohaniah, yang paling penting dan paling mulia adalah kesenangan jiwa karena kesenangan jiwa akan menjangkau kenikmatan metafisikal. Tujuan etika epikuros tidak lain dari didikan yang memperkuat jiwa untuk menghadapi berbagai keadaan. Dalam suka dan duka, manusia hendaklah memiliki perasaan sama. Ia tetap berdiri sendiri dengan jiwa yang tenang ,pandai memelihara tali persahabatan. Pengikut epikuros tidak mengeluh dan menangis menghadapi berbagai cobaan. Keteguhan jiwa menurut mereka dapat diperoleh dari keinsafan dan pandangan tentang kehidupan yang abadi. Oleh karena itu, kematian sebenarnya tidak ada karena tidak ada nilainya, dan setiap yang tidak bernilai tidak perlu difikirkan. (Mohammad Hatta 1986:147)

Dari pandangan filosofis epikuros dapat diambil suatu pemahaman tentang arti etika yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan nilai-nilai tindakan manusia yang menurut ukuran rasio dinyatakan dan diakui sebagai sesuatu yang substansinya paling benar. Kaidah-kaidah kebenaran dari tindakan digali oleh akal sehat manusia dan distandarisasi menurut ukuran yang rasional, seperti sumber kebenaran adalah jiwa, nilai kebenaran jiwa itu kekal, segala yang tidak kekal pada dasarnya bukan kebenaran substansial.

Sebagai cabang  pemikiran  filsafat,  etika  bisa   dibedakan manjadi  dua yaitu obyektivisme  dan  subyektivisme.  Yang pertama berpandangan bahwa nilai  kebaikan  suatu tindakan  bersifat obyektif,  terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang  disebut  faham  rasionalisme  dalam etika.  Suatu tindakan disebut  baik,  kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya atau  karena  sejalan  dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu. Tokoh utama pendukung aliran  ini  ialah  Immanuel  Kant, sedangkan dalam Islam –pada batas tertentu– ialah aliran Muitazilah.

Aliran kedua ialah subyektifisme, berpandangan bahwa  suatu tindakan  disebut  baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa  saja subyek Tuhan. Faham subyektifisme etika ini terbagi kedalam beberapa aliran,  sejak dari etika hedonismenya Thomas Hobbes sampai ke faham tradisionalismenya Asy’ariyah. Menurut faham Asy’ariyah,  nilai  kebaikan  suatu   tindakan bukannya  terletak  pada obyektivitas nilainya, melainkan pada ketaatannya pada kehendak Tuhan. Asy’ariyah berpandangan bahwa menusia  itu  bagaikan  ‘anak  kecil’  yang  harus  senantiasa dibimbing oleh wahyu karena tanpa wahyu  manusia  tidak  mampu memahami mana yang baik dan mana yang buruk.

Sedangkan menurut para ahli mereka memiliki pandangan dan pengertian yang berbeda terhadap etika, yang diantaranya:
- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
 2.1.1  Etika Dalam Pandangan Islam
Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja berisikan sikap, prilaku secara normatif, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjungjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, bukan ada pamrih di dalamnya. Di sinilah peran orang tua dalam memberikan muatan moral kepada anaknya agar mampu memahami hidup dan menyikapinya dengan bijak dan damai sebagaimana Islam lahir ke bumi membawa kedamaian untuk semesta (rahmatan lilalamain).

Kalau  kita  sepakati  bahwa  etika  ialah suatu kajian kritis rasional mengenai yang baik dan yang buruk,  bagaimana  halnya dengan   teori   etika   dalam  Islam.  Sedangkan  telah disebutkan di muka, kita  menemukan  dua  faham, yaitu  faham rasionalisme yang diwakili  oleh Mu’tazilah  dan  faham tradisionalisme yang diwakili oleh Asy’ariyah. Munculnya perbedaan itu memang  sulit  diingkari  baik  karena pengaruh  Filsafat  Yunani  ke dalam dunia Islam maupun karena narasi ayat-ayat al-Qur’an  sendiri  yang  mendorong  lahirnya perbedaan penafsiran.  Di  dalam  al-Qur’an pesan etis selalu saja   terselubungi   oleh   isyarat-isyarat   yang   menuntut penafsiran dan perenungan oleh manusia.

2.1.2  Macam-macam etika
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia :
1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2.  ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan
Ada dua bagian etika yang menentukan dalam sisi penilaian bagi orang lain yaitu terbagi menjadi:
1.  ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
2. ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :
a.       Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b.      Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya ruang lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut:
1.      Etika keluarga merupakan sikap yang harus kita tunjukan dan implementasikan dalam lingkungan keluarga yang kita jalani, sikap-sikap yang baik dan teladan yang harus kita tunjukan agar terciptanya suatu hubungan yang harmonis terutama sikap kita sebagai anak kepada ibu.
Misal: saling menyayangi sesama anggota keluarga, menghormati orang tua. Adapun hadist yang bersangkutan dengan hal ini yaitu bahwa Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., ‘Kepada siapakah aku berbakti?’ Rasulullah saw. bersabda, “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian sanak kerabat, dan berikutnya.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ahmad).

2.      Etika profesi merupakan sikap yang dilakukan oleh pekerja berupa kegiatan pokok yang mengandalkan suatu keahlian dan keterampilan tertentu, sebagai mata pencaharian untuk menghasilkan nafkah hidup.
Misal: bertanggung jawab, jujur, berlaku adil, tepat waktu.

3.      Etika politik
Belakangan ini, dinamika politik semakin berkembang, dan muncul bentuk-bentuk negara, seperti republik dan lain-lain. Dinamika politik yang luar biasa itu didorong oleh semangat teologi Islam, yang menyebutkan bahwa "Hai, orang-orang yang beriman. Taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu." (QS Al-Nisaa [4]:59).
Misal: tidak saling memprovokasi.
4.      Etika lingkungan merupakan nilai perilaku seseorang terhadap orang lain dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai kehidupan yang harmonis satu sama lain.
Misal: menjaga persaudaraan, tolong menolong, tenggang rasa. Allah berfirman:Dan bertakwalah kepada Allah  yang  dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.” Potongan ayat(An-Nisa’: 1).

2.2  MORAL
Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila. Dalam  kamus besar bahasa Indonesia, Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.  Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi apabila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau apabila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
            Apabila diartikan sebagai tindakan baik dan buruk dengan ukuran adat istiadat, konsep moral berhubungan pula dengan konsep adat yang dapat dibagi dalam dua macam adat, yaitu sebagai berikut:
1.      Adat shahihah, yaitu adat yang merupakan moral suatu masyarakat yang sudah lama dilaksanakan secara turun temurun dari berbagai generasi, nilai-nilainya telah disepakati secara normative dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang berasal dari agama islam yaitu Al-Qur’an dan AS-Sunnah
2.      Adat fasidah, yaitu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan oleh masyarakat, tetapi bertentangan dengan ajaran islam, misalnya kebiasan melakukan kemusyrikan, yaitu memberikan sesajen diatas kuburan yang dilaksanakan setiap malam selasa atau malam jum’at. Seluruh kebiasaan yang mengandung kemusyrikan dikategorikan sebagai adat yang fasidah atau adat yang rusak. Orang-orang jahiliah mempunyai kebiasaan membunuh anak perempuan dengan alasan anak perempuan tidak menguntungkan, tidak dapat ikut berperang, dan menimbulkan kemiskinan.
Berbicara tentang moral berarti berbicara tentang  tiga landasan utama terbentuknya moral, yaitu sebagai berikut:
1.      Sumber moral atau pembuat sumber. Dalam kehidupan bermasyarakat, sumber moral dapat berasal dari adat kebiasaan. Pembuatnya bisa seorang raja, sultan, kepala suku, dan tokoh agama. Bahkan, mayoritas adat dilahirkan oleh kebudayaan masyarakat yang penciptanya sendiri tidak pernah diketahui, seperti mitos-mitos yang sudah menjadi norma sosial. Dalam moralitas islam, sumber moral adalah wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan pencipta standar moral adalah ALLAH SWT., yang telah menjadikan para nabi dan rasul, terutama nabi terakhir, Muhammad SAW., yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran islam yang tertuang di dalam kitab suci Al-Qur’an. Nabi Muhammad SAW., adalah pembuat sumber moral kedua setelah ALLAH SWT.
2.      Orang yang menjadi objek sekaligus subjek dari sumber moral penciptanya. Moralitas sosial yang berasal dari adat, sedangkan objek dan subjeknya adalah individu dan masyarakat yang sifatnya local karena adat hanya berlaku untuk wilayah  tertentu. Artinya tidak bersifat universal, melainkan teritorial. Dalam moralitas islam, subjek dan objeknya adalah orang yang telah baligh dan berakal yang disebut mukallaf.
3.      Tujuan moral, yaitu tindakan yang diarahkan pada target tertentu, misalnya ketertiban sosial, keamanan dan kedamaian, kesejahteraan, dan sebagainya. Dalam moralitas islam, tujuan moralnya adalah mencapai kemaslahatan duniawi ukhrawi. Contohnya, moralitas yang berkaitan dengan pola makan yang dianjurkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168: hai sekalian manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”
Ayat tersebut merupakan perintah yang hukumnya wajib bagi seluruh umat islam untuk memakan harta yang halal dan bergizi. Lalu pada ayat diatas terdapat kalimat: “…..dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan…..”  Ayat tersebut merupakan larangan. Dengan demikian hukumnya bagi orang yang beriman untuk mengikuti pola hidup dengan sistem yang dibangun dan di bentuk oleh syaitan. Kaitannya dengan makanan yang dimaksud dengan pola hidup syaitan adalah menikmati harta benda hasil korupsi, manipulasi, menipu, merampok, dan bentuk kejahatan lainnya.
Dengan demikian pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut :
  1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
  2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk.
  3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengatakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas  tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun dengan demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan:
1.      Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep- konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Hal ini berarti tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
2.      Kedua, etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis.
3.      Ketiga, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia  secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal.
4.      Keempat, moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
5.      Kelima, moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.

Kesadaran moral serta hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb,fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal:
1.      Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2.      Kedua, kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3.      Ketiga, kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.

Berdasarkan pada uraian diatas, sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sistem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.


2.3 AKHLAK
Allah Tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil“. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8 )
Definisi akhlak menurut Imam Al-Gozali adalah: Ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tidak memerlukan pertimbangan atau pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu khalaqa-yahluqu, artinya menciptakan, dari akar kata ini pula ada kata makhluk (yang diciptakan) dan kata khalik (pencipta), maka akhlak berarti segala sikap dan tingkah laku manusia yang datang dari pencipta (Allah swt). Sedangkan moral berasal dari maros (bahasa latin) yang berarti adat kebiasaan, disinilah terlihat berbeda antara moral dengan akhlak, moral berbentuk adat kebiasaan ciptaan manusia, sedangkan akhlak berbentuk aturan yang mutlak dan pasti yang datang dari Allah swt. Kenyataannya setiap orang yang bermoral belum tentu berakhlak, akan tetapi orang yang berakhlak sudah pasti bermoral. Dan Rasulullah saw di utus untuk menyempurnakan akhlak manusia sebagaimana sabdanya dalam hadist dari Abu Khurairah, Sesungguhnya aku diutus Allah semata-mata untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia.” Dalam AI-Qur’an surat An-Nisa Allah Menjelaskan: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membamgga-banggakan diri. (QS  An-Nisa [4] : 36).
Ayat di atas menjelaskan tentang dua akhlak yang harus dimiliki manusia, yaitu:
Pertama. Akhlak kepada Allah swt yaitu untuk beriman dan bertakwa kepada Allah swt dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, serta memurnikan keimanan dengan tidak menyekutukan ALLAH SWT dengan sesuatu apapun. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh la telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa [4]: 48).
Seorang muslim harus menjaga akhlaknya terhadap Allah swt, tidak mengotorinya dengan perbuatan syirik kepada-Nya. Sahabat Ismail bin Umayah pernah meminta nasihat kepada Rasulullah saw, lalu Rasulullah memberinya nasihat singkat dengan mengingatkan, “Janganlah kamu menjadi manusia musyrik, menyekutukan Allah swt dengan sesuatupun, meski kamu harus menerima resiko kematian dengan cara dibakar hidup-hidup atau tubuh kamu dibelah menjadi dua“. (HR. Ibnu Majah).
Kedua. Akhlak terhadap manusia, yaitu untuk selalu berbuat baik (ihsan) tanpa memiliki batasan, dan merupakan nilai yang universal terhadap manusia, agama bahkan terhadap musuh sekalipun. Perhatikan firman Allah swt: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 8).
Berakhlak baik terhadap sesama pada hakikatnya merupakan wujud dari rasa kasih sayang dan hasil dari keimanan yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Mukmin yang paling sempurna imanya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya“. (HR. Ahmad).
Oleh karena itu agama Islam tidak membenarkan memandang rendah orang lain. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Qur’an surat ‘Abasa. “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa, atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?”  (QS. Abasa [80]: 1-4).
Dan dalam hadits yang diriwayatkan dari Siti Aisyah ra, ia berkata, “surat Abasa turun ketika Atikah binti Abdullah bin Ummi Maktum meminta petunjuk dan pengajaran dari Rasulullah saw, sedangkan Rasulullah saw tidak mem-perhatikannya karena pada saat itu dia sedang berdialog dengan para pembesar kaum Quraisy“. (HR. Tirmizi dan Hakim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
((أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً))
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (Shahih. HR. Abu Dawud 4682 dan At-Tirmidzi 1162, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ 1230, 1232)
Kalau kita perhatikan ayat dan hadist di atas, perbuatan berpaling muka dan tidak memperhatikan saja telah langsung diperingatkan oleh Allah SWT, yang menurut kita hal seperti itu adalah perbuatan yang biasa. Apalagi perbuatan serta sikap (akhlak) tercela lainya seperti, sombong, ingin menang sendiri, merasa paling benar, paling pandai, suka menghina dan merendahkan orang lain hanya dari tampilan fisiknya saja. Dalam hal ini Rasulullah saw telah memberikan contoh akhlak (perbuatan baik) yang patut untuk kita ikuti dan diteladani. Adapun 5 ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak adalah:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam diri seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa dengan menggunakan pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar (atas dasar dan keinginan diri sendiri).
4. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang di lakukan dengan sesungguhnya, bukan bermain-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang ke-4 perbuatan akhlak (khususnya anak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan karena di puji orang atau karena ingin mendapat suatu pujian.

2.3.1  Akhlak Rasulullah saw.
Gerak-gerik seseorang mencerminkan ketajaman akal dan kejernihan hati-nya, kita bisa menilai keadaan seseorang melalui perilaku dan perangainya. Lalu bagaimana tingkah dan perilaku Rasulullah saw?
Perhatikan komentar Aisyah, istri tercinta Rasulullah saw dan sekaligus orang yang paling mengenal akhlak Nabi Muhammad saw. Katanya, “Rasulullah saw bukan orang yang suka berkata keji, bukan orang yang buruk perangai, bukan orang yang suka berkeliaran di pasar, bukan pula orang yang membalas kejelekan (kejahatan) dengan Kejelekan, akan tetapi orang yang suka memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain“. (HR. Ahmad).
Ketika Husain bin Ali, cucu Rasulullah saw menceritakan bagaimana keagungan akhlak kakeknya itu dalam sebuah riwayat. “Aku bertanya kepada Ayah (Ali bin Abi Thalib) tentang bagaimana Rasulullah saw di tengah-tengah sahabatnya. Ayah berkata: Rasulullah selalu menyenangkan, santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapapun, lemah lembut dan sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pemah mencela, tidak pemah menuntut dan menggerutu, tidak mengulur-ulur waktu dan tidak tergesa-gesa. Beliau meninggalkan tiga hal yaitu, riya, boros, dan sesuatu yang tidak berguna, Rasulullah saw juga tidak pemah mencaci, menegur kesalahan dan tidak mencari kesalahan orang, tidak bicara kecuali yang bermanfaat dan berpahala, kalau beliau berbicara maka yang lain diam dan menunduk, tidak pernah disela atau dipotong pembicaraannya, membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar dalam menghadapi orang asing yang tidak sopan, segera memberi apa-apa yang diperlukan orang yang tertimpa musibah (kesusahan), tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya“. (HR. Tirmizi).
Diantara sekian banyak sifat-sifat Rasulullah saw di atas, ternyata Rasulullah saw juga  seorang yang pemalu, malu dalam hal yang pantas untuk malu, tetapi tegas dalam yang menyangkut akhlak dan kebenaran, sampai-sampai sahabat beliau Abu Said Al-Khurdi menyatakan, “Rasulullah saw lebih pemalu dari seorang gadis dalam pingitan. Bila beliau melihat sesuatu yang tidak disukainya kami tahu dari raut wajahnya“. (HR. Bukhari).
Dari sekian keagungan akhlak yang dimiliki Rasulullah saw, apabila salah satunya bisa kita ikuti dan diteladani, niscaya akan menjadi kebaikan yang tidak pernah mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan pula, apalagi jika kita dapat mengikuti semua akhlak dan perilaku beliau akan lebih mendatangkan kebaikan. Maka sudah sepantasnya bagi kita yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad Rasulullah SAW untuk mencontoh, meneladani akhlaknya yang sangat mulia, sehingga kita menjadi manusia yang membawa Rahmat bagi alam semesta. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling mendengki, dan janganlah kamu saling menjatuhkan. Dan hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara dan tidak boleh seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari“. (HR. Anas)

2.3.2  Keutamaan Akhlak
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).
Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu ‘alahi wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada akhlak yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419).
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
            Pembicaraan yang terkait dengan pembagian akhlak masih berkaitan dengan pembahasan tentang wilayah kajian ilmu akhlak. Secara umum, akhlak dalam perspektif ilmu dibagi menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut:
1.      Akhlak falsafi atau akhlak teoretik yaitu akhlak yang menggali kandungan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara mendalam, rasional dan kontemplatif untuk dirumuskan sebagai teori dalam bertindak
2.      Akhlak amali, artinya akhlak praktis, yaitu akhlak dalam arti yang sebenarnya berupa perbuatan yaitu talk less do more, sedikit bicara banyak bekerja jadi ahklak amali tidak banyak mengumbar janji melainkan memberi banyak bukti.
3.      Akhlak fardhi atau akhlak individu yaitu perbuatan seorang manusia yang tidak terkait dengan orang lain. Akhlak ini dilindungi oleh norma-norma yang berlaku baik norma Al-Qur’an dan As-Sunnah, norma hukum maupun norma budaya.
4.      Akhlak ijtima’I atau akhlak jamaah yaitu tindakan yang disepakati secara bersama-sama. Akhlak jamaah biasanya didasarkan pada hasil musyawarah mufakat yang dipimpin oleh ketua atau pemimpin yang diakui kredibilitas dan legalitasnya oleh semua anggota masyarakat atau organisasi tertentu.

Indicator akhlak yang terpuji dan tercela:
1.      Baik dan buruk menurut agama
Ø  indicator yang utama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut: - perbuatan yang di perintahkan oleh ajaran ALLAH SWT dan Rasulullah  SAW yang terdapat dalam al-qur’an dan as-sunnah, -perbuatan yang mendatangkan kemaslahatan dunia dan akhirat, - perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan manusia dimata ALLAH SWT dan sesama manusia.
Ø  Indicator perbuatan atau akhlak yang tercela adalah sebagai berikut: - perbuatan yang didorong oleh hawa nafsu yang datangnya dari setan, - perbuatan yang dimotifasi oleh ajaran thoghut yang mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain, - perbuatan yang menimbulkan bencana bagi manusia.
2.      Indicator akhlak terpuji dalam filsafat
Ø  Socrates (470SM-399SM) mengatakan bahwa benar dan baik adalah nilai objektif yang harus dijunjung tinggi semua orang.
Ø  Aristoteles mengatakan bahwa ajaran yang memberikan hikmah tentang adanya kekuasaan yang maha mutlak.
3.      Indikator akhlak yang baik dan buruk dalam ilmu
Ø  Perspektif ilmu akhlak yang benar adalah yang didasarkan pada rasio, oleh karena itu manusia berakhlak harus rasional. Pendekatan rasional dalam keilmuan selalu mengacu pada sistematika berfikir yang tertib yaitu melalui penelitian, percobaan-percobaan, pemahaman logika, hipotesis yang diuji, dibuktikan dan disimpulkan hasil-hasilnya.
2.3.3  Watak dan kepribadian manusia dalam  berakhlak
            Akhlak manusia dapat dibentuk oleh berbagai pengaruh internal maupun eksternal. Pengaruh internal berada dalam diri manusia sendiri. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksudkan pengaruh internal adalah watak, yaitu sifat dasar yang sudah menjadi bawaan sejak manusia dilahirkan. Akan tetapi pengaruh eksternalpun dapat membentuk watak tertentu. Adapula yang berpendapat bahwa factor geografis, pendidikan, situasi dan kondisi sosial ekonomi serta kebudayaan masyaraktpun dapat membentuk watak.
            Tingkah laku seseorang di dorong oleh standar normative yang dianutnya, kemudian berubah menjadi kepribadian seseorang. Naluri bertindak seseorang dipengaruhi secara kuat oleh tipe-tipe kepribadiannya. Secara psikologis tipe-tipe yang diakui merupakan kepribadian manusia, terdiri atas tipe-tipe sebagai berikut:
1.      Tipe the innocent artinya tipe yang merasa suci dan tidak bersalah, memandang bahwa dunia ini tempat yang aman dan damai sehingga semua akan berjalan dengan lancar dan baik-baik saja.
2.      Tipe the orphan artinya yatim piatu atau selalu merasa bersalah. Tipe ini salah satu tipe individu yang selalu dekat dengan kesulitan hidup. Orang seperti ini memandang dunia ini kejam, selalu waspada, dan tidak mudah percaya kepada orang lain.
3.      Tipe the warrior artinya pemberani, orang dengan tipe ini adalah orang yang berani mengambil keputusan dan menerima resiko dalam hidup. Orang ini sangat waspada dan idealis dalam setiap persoalan dengan pola pembelaan diri yang kuat.
4.      Tipe the caregiver artinya penuh perhatian terhadap sesama, orang ini memiliki tingkat kepedulian yang tinggi kepada nasib orang lain, penyayang, memiliki tingkat kemanusiaan yang baik.
5.      Tipe pencari artinya orang yang penuh dengan hasrat berpetualang, biasanya memiliki sifat yang mandiri, haus akan pengalaman yang baru, egois, individualis dan non kompromi dengan sesuatu yang merusak nama baiknya.
6.      Tipe the lover artinya pecinta, ciri-cirinya penuh perhatian kepada orang lain, berbagi cinta sesama manusia, menjadi tempat curhat terutama kawan dekat dan kerabatnya.
7.      Tipe the destroyer artinya perusak, cirinya selalu melakukan kerusakan terhadap gagasan orang lain yang tidak sejalan dengan fikirannya.
8.      Tipe the creator artinya pencipta, orang dengan tipe ini adalah orang yang aspiratif dan imajinatif, kreatif dengan ide-ide yang cemerlang, menguntungkan dirinya dan orang lain, estetis dan penuh perhitungan hidup.
9.      Tipe the magician artinya penyihir, cirinya penuh kharismatik, menggugah perasaan orang lain dengan wibawanya yang kuat, naturalis, menciptakan penyembuhan bagi orang yang merasakan gejala sakit yang tidak jelas penyebabnya, menciptakan kekaguman dalam berbagai suasana, pandai bersulap, pandai menghipnotis.
10.  Tipe the sage artinya orang yang suka menggurui orang lain. Tipe ini sangat idealis, kemauannya sangat kuat, bijaksana, selalu ilmiah, objektif, analisisnya kuat, tanggap terhadap berbagai masalah.
11.  Tipe the jaster artinya humoris, cirinya penghibur sejati, dan tidak membosankan dalam bergaul dengan orang lain. Tetapi kurang serius dalam menghadapi masalah.
12.  Tipe pencemburu, pendendam, penghasut, dan karakter lainnya yang menjadi akar terbentuknya akhlak buruk dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.4  Persamaan antara akhlak, moral dan etika
            Dengan memahami teks sebelumnya, pengertian moral sama dengan akhlak karena secara bahasa artinya sama yaitu tindakan atau perbuatan. Moralitas manusia dibagi 2 yaitu moralitas yang baik dan moralitas yang buruk. Perbedaan dari konsep tersebut yaitu akhlak dan moral terletak pada standar atau rujukan normative yang digunakan. Akhlak merujuk pada nilai-nilai agama sedangkan moral merujuk pada kebiasaan.
            Kesimpulan dari pembahasan mengenai pengertian akhlak, etika dan moral adalah ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan substansial jika dilihat secara normative karena ketiganya memuat suatu pola tindakan yang nilai “baik” dan  “buruk”, hanya pola yang digunakan didasarkan pada ide-ide yang berbeda. Etika dinilai menurut pandangan filsafat tentang munculnya tindakan dan tujuan rasional dari suatu tindakan. Akhlak adalah wujud dari keimanan atau kekufuran manusia dalam bentuk tindakan, sedangkan moral merupakan bentuk tingkah laku yang diideologisasikan menurut pola hidup masyarakat dan bernegara yang rujukannya diambil, terutama dari sosial normative suatu masyarakat, ideology Negara, agama,dan dapat pula diambil dari pandangan-pandangan filosofis manusia sebagai individu yang dihormati, pemimpin dan sesepuh masyarakat.       
2.3.5  Perbedaan antara akhlak, moral dan etika
Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :
“ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad)
Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah.












BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Akhlak, moral dan etika adalah paduan dalam hidup untuk  menjalani kehidupan didunia ini.  Akhlak merupakan penilaian yang merujuk pada pandangan islam, sedangkan etika dan moral tertumpu pada penilaian terhadap sikap dan sifat seseorang menurut hukum adat istiadat dan agama. Maka dari itu betapa pentingnya etika moral dan akhlak untuk manusia karena dengan itu semua manusia akan mendapatkan kehidupan yang sesuai norma yang berlaku dan bisa saling menghormati antara manusia satu dan yang lainnya.

3.2    Saran
Maka dari itu kita sebagai manusia harus memiliki sifat yang terpuji, akhlak etika dan moral yang  baik dan sebagaia panutan adalah Rosulullah yang telah diutus oleh  sang  Maha Pencipta untuk memperbaiki akhlak manusia dan memberikan petunjuk yang benar untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.








DAFATAR PUSTAKA

ü  Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si.; Drs. K.H. Abdul Hamid, M.Ag.; ILMU AKHLAK. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
ü  Muhammad bin Ismail Al-Umrani. TA’ARUF CINTA. Jakarta: Qultum Media,2008.
ü  Srijanti Purwanto, S.k.; Wahyudi Pramono. ETIKA MEMBANGUN MASYARAKAT. Jakarta: Graha Ilmu, 2007.
ü  Sumber : Khairu Ummah Edisi 7 Tahun XVII Februari 2008
ü  Pencarian web:www.google.com/blogger/makalah agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar